Tuesday, December 30, 2014

Pucak Mangu : Temple of Crystalclear Mind



"Di tempat-tepat yang tergolong hening, di gunung-gunung dan pertemuan dua sungai, di sanalah orang bijak (viprah) mendapatkan pemikiran yang jernih"

(Rgveda VIII.6.28)

Dimulai dari telepon iseng teman-teman akhirnya akhir minggu kami bersenang-senang mendaki Pucak Mangu. Pucak Mangu sendiri sering juga dikenal dengan gunung Catur, berada di Kabupaten Tabanan - Bali. Pendakian Pucak Mangu bisa dilakukan lewat 3 jalur, yaitu jalur Danau Beratan, jalur Plaga, dan Jalur Buleleng.
Kami memilih untuk mencoba Jalur Danau Beratan. Pendakian dimulai dari parkir Objek Wisata Water Sport Danau Beratan. Masuk dari gerbang lurus terus melewati parkir sampai di warung terakhir di sebelah jembatan. 

Sepanjang jalur pendakian kami menikmati pemandangan khas hutan Tropis, Pohon-pohon Raksasa yang berusia ratusan tahun dan warna-warni buah-buahan hutan.

Kebetulan saat kami mendaki di akhir bulan Desember, yang artinya musim hujan lagi pada puncaknya. Untung saja selama perjalanan naik kami terhindar dari hujan, padahal kami sudah cemas karena mendung dan kabut sangat tebal.

Jalur Danau Beratan memiliki 5 Pos pendakian, setiap pos bisa memiliki bentuk bangunan yang hampir mirip dan lokasinya disebelah kiri jalur naik,kecuali Pos 4 yang posisinya ditengah Jalur.

Perjalanan dari Pos 1 sampai Pos 5 bisa dibilang sangat cocok untuk kegiatan FUN TREKKING. Jalur yang landai dan jelas,sesekali kami menemukan jalur yang sudah dipermak menjadi tangga beton.

Jarak tiap Pos kami lalui sekitar 15 sd 25 menit perjalanan. Pendakian yang sesungguhnya dimulai dari Pos 5 sampai Puncak. Jalur kombinasi antara tebing hutan, tangga akar, pohon tumbang, dan goa alang-alang menjadikan jalur ini sebagai jalur mendaki yang menantang.

Mendekati Puncak kami disambut oleh habitat asli Pucak Mangu, yaitu segerombolan Monyet abu-abu, yang untung saja tidak nakal dan galak. Akhirnya kami sampai di Pura Pucak Mangu, yang juga berarti Puncak dari Gunung Catur. 

Sesampai di Puncak kami disambut oleh guyuran hujan lebat dan kabut tebal, untung saja kami dapat berteduh di Wantilan Pura (bangunan serbaguna). Dari puncak pemandangan yang disajikan sangatlah indah dan spektakuler, Barisan perbukitan hijau diapit oleh danau yang biru.

Dua jam hampir kami di Puncak, menikmati pemandangan dan hujan. Jalur turun kami melewati jalur yang sama dengan jalur naik.


Sumber semua foto : Dombling


Sejarah Pucak Mangu :

Pura Pucak Mangu mungkin sudah ada sejak zaman budaya megalitikum berkembang di Bali dengan bukti diketemukannya peninggalan Lingga yang cukup besar. Di tempat inilah I Gusti Agung Putu, pendiri Kerajaan Mengwi, melakukan tapa brata mencari keheningan pikiran setelah kalah dalam perang tanding.

I Gusti Agung Putu pun menemukan jati dirinya dan bangkit lagi dari kekalahannya, terus dapat meraih kemenangan sampai dapat mendirikan Kerajaan Mengwi. Di tempat I Gst. Agung Putu bertapa brata itulah Pura Pucak Mangu kembali dipugar dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan umat Hindu yang terus berkembang.

Puncak Gunung Mangu ini memang sangat hening untuk melakukan tapa brata untuk perenungkan diri seperti yang pernah dilakukan oleh I Gst. Agung Putu. Menurutnya, kegagalan bukan untuk disesalkan dan berputus asa, tetapi untuk dijadikan pengalaman serta diambil hikmahnya untuk pelajaran diri selanjutnya. Dengan cara itulah kegagalan dapat diubah menjadi awal kesuksesan.
Dalam peta Pulau Bali nama Gunung Mangu hampir tidak dikenal. Mungkin karena Gunung Mangu ini tidak begitu tinggi. Namun kalau kita baca lontar tentang Pura Kahyangan Jagat nama Gunung Mangu ini akan mudah diketemukan. Nama Gunung Mangu ini disebutkan dalam Lontar Babad Mengwi. Leluhur Raja Mengwi yang bernama I Gusti Agung Putu kalah secara kesatria dalam pertempuran melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dari Puri Kekeran.

Karena kalah I Gusti Agung Putu ditawan dan diserahkan kepada I Gst. Ngurah Tabanan sebagai tawanan perang. Oleh seorang patih dari Marga bernama I Gusti Bebalang meminta kepada I Gusti Ngurah Tabanan agar dibolehkan mengajak I Gusti Agung Putu ke Marga. Setelah di Marga inilah timbul niatnya I Gusti Agung Putu ingin membalas kekalahannya dengan cara-cara kestria kepada I Gusti Ngurah Batu Tumpeng.

Sebelum membalas kekalahannya, I Gusti Agung Putu terlebih dahulu bertapa di puncak Gunung Mangu tempat Pura Pucak Mangu sekarang. Di puncak Gunung Mangu inilah I Gusti Agung Putu mendapat pawisik keagamaan dengan kekuatan magis religius. Setelah itu I Gusti Agung Putu kembali menantang I Gusti Ngurah Batu Tumpeng bertempur. Berkah hasil tapanya di Gunung Mangu itulah I Gusti Agung Putu meraih kemenangan melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan musuh-musuhnya yang lain.

Gunung Mangu ini terletak di sebelah timur laut Danau Beratan. Gunung ini juga bernama Pucak Beratan, Pucak Pengelengan, dan Pucak Tinggan. Orang dari Desa Beratan menyebut gunung tersebut Pucak Beratan. Sedangkan orang yang dari Desa Tinggan menyebutnya Pucak Tinggan. Karena umat di Desa Tinggan-lah yang ngempon aci-aci di Pura Pucak Mangu tersebut.

Nama Pucak Pengelengan menurut penuturan keluarga Raja Mengwi bahwa saat I Gusti Agung Putu bertapa di Pucak Mangu, Batara Pucak Mangu menulis (ngerajah) lidahnya. Setelah itu I Gusti Agung Putu disuruh ngelengan (melihat keseliling). Mana daerah yang dilihat dengan terang itulah nanti daerah kekuasaannya. Karena itulah Pucak Mangu ini juga disebut Pucak Pengelengan.

Pura Pucak Mangu memiliki dua Pura Penataran yaitu Pura Ulun Danu Beratan didirikan oleh I Gusti Agung Putu yang berada di sebelah barat Gunung Mangu dan Pura Penataran Agung Tinggan di sebelah timur Gunung Mangu didirikan oleh keturunannya yaitu Cokorda Nyoman Mayun.

Di Pucak Mangu ini terdapat sebuah pura dengan ukuran 14 x 24 meter. Di dalamnya ada beberapa pelinggih dan bangunan yang bernilai sejarah kepurbakalaan. Yaitu sebuah Lingga, dengan ukuran tinggi 60 cm dan garis tengahnya 30 cm. Bahannya dari batu alam lengkap dengan bentuk segi 4 (Brahma Bhaga), segi delapan (Wisnu Bhaga) dan bulat panjang (Siwa Bhaga).

Menurut para ahli purba kala, Lingga ini sezaman dengan dengan Lingga di Pura Candi Kuning. Para ahli memperkirakan penggunaan Linga dan Candi sebagai media pemujaan di Bali berlangsung dari abad X - XIV. Setelah abad itu pemujaan di Bali menggunakan bentuk Meru dan Gedong. Kapan tepatnya Pura Pucak Mangu ini didirikan belum ada prasasti atau sumber lainnya dengan tegas menyatakannya.

Dari cerita keluarga Raja Mengwi konon ketika I Gusti Agung Putu akan bersemadi di gunung ini menjumpai kesulitan karena hutannya sangat lebat. Setelah beliau berusaha ke sana-ke mari lalu beliau mendengar suara tawon. I Gusti Agung Putu pun menuju suara tawon itu. Ternyata di tempat suara tawon itu dijumpai reruntuhan pelinggih termasuk Lingga tersebut. Setelah itu kemungkinan pura ini dipugar oleh I Gusti Agung Putu setelah beliau berhasil menjadi Raja Mengwi serta mendirikan Pura Penataran-nya di tepi Danau Beratan.

Nampaknya sampai abad XVIII pelinggih utama di Pura Pucak Mangu adalah Lingga Yoni saja dan bangunan pelengkap lainnya. Setelah pemerintahan I Gst. Agung Nyoman Mayun yang bergelar Cokorda Nyoman Mayun melengkapinya dengan pendirian Meru Tumpang Lima linggih Batara Pucak Mangu. Meru Tumpang Tiga linggih Batara Teratai Bang dan Tepasana tempat Lingga.

Ada juga dibangun Padma Capah sebagai Pengubengan, Pelinggih Panca Resi yang mempunyai lima ruangan yang menghadap ke empat penjuru dan sebuah ruangan berada di tengah, dan bangunan lainnya. Menurut Babad Mengwi, atas perintah Cokorda Nyoman Mayun-lah Pura Penataran Tinggan didirikan tahun Saka 1752 atau 1830 Masehi. Mungkin zaman dahulu menuju ke Pura Penataran Ulun Danu Beratan masih sulit karena keadaan alamnya. Hal itulah barang kali menyebabkan Pura Pucak Tinggan memiliki dua Pura Penataran.


Sampai tahun 1896 saat runtuhnya Kerajaan Mengwi tidak ada tercatat dalam sejarah bahwa Pura Pucak Mangu direstorasi. Tahun 1927 akibat gempa yang dhasyat Pura Pucak Mangu ikut runtuh. Pura tersebut baru direstorasi tahun 1934 - 1935. Tahun 1978 terjadi angin kencang lagi yang merusak pelinggih dan bangunan lainnya. Pada tahun itu juga pura tersebut direstorasi kembali

Sumber Sejarah : I Ketut Gobyah (http://www.babadbali.com/pura/plan/pucak-mangu.htm)








Monday, December 15, 2014

Pemuteran : Rising North Bali


Pemuteran, sebuah desa dengan potensi wisata yang menarik dan menyenangkan dalam balutan keindahan alam yang tenang dan alami. Desa Pemuteran terletak di pesisir barat Pulau Bali kira-kira 55 km sebelah barat kota Singaraja dan 32 km dari Pelabuhan Gilimanuk. Letaknya berada di antara  perbukitan dan hamparan pantai berpasir putih, sehingga membuat tempat ini begitu indah dan santai, jauh dari keramaian


 Kegiatan yang bisa dilakukan disini antara lain
- Diving
- Snorkling (kira-kira biaya sewa snorkling gear lengkap Rp. 50.000/orang)
- Belajar transplantasi terumbu karang
- Trekking
- terkahir yang paling recomendded adalah "do nothing" alas leyeh-leyeh



Maju pesatnya daerah wisata Pemuteran tidak bisa lepas dari program pro konservasi yang dimotori oleh Biorock. Bersama Masyarakat sekitar, Biorock melakukan restorasi terumbu karang. seperti diketahui sebelumnya daerah Pemuteran dulu memang memiliki terumbu karang yang sangat indah, tapi seiring kegiatan penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab seperti penggunaan bom ikan, sianida, limbah, overfishing, serta dampak naiknya suhu air laut karena pemanasan global telah merubah ekosistem cantik ini menjadi buruk rupa.


 Kekhawatiran atas keberlangsungan kehidupan ekosistem bawah laut yang sertamerta mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitar, mulai mendapat perhatian di pertengahaan tahun 2000.
Hilbertz dan Goreau mempelopori pertama kali lalu disupport oleh Yos Amerta dan Gahawisri. Lokakarya pertama didanai oleh Leslie Jones Foundation
  

 Pengembangan coral ini termasuk unik karena menggukan aliran listrik sebagai daya pembantu. Dengan aliran listrik, coral dipercaya mampu berkembang lebih cepat dan memliki daya tahn yang lebih baik.

 Jika ingin mengetahui proses pengembangan situs ini dan indahnya terumbu karang, lokasi ini sangat menyenangkan untuk dikunjungi. Didukung oleh fasilitas pariwisata yang sudah baik, serta lokasi situs tidak terlalu jauh dari pantai














lets Get Wet!


sumber : http://biorockbali.webs.com

Pura Ulun Danu Batur : Temple of Prosperity


 Pura Ulun Danu Batur : Temple of Prosperity


"Jangan berdoa agar hidup mudah,Berdoalah untuk menjadi orang yang lebih kuat"

John F. Kennedy

Perjalanan saya kali ini bertema agak spiritual, bersama keluarga sembahyang ke salah satu Pura utama di Bali. Secara penamaan Pura ini terletak di Kabupaten Bangli, bersebelahan dengan Gunung Batur dan Danau Batur.

Dari Denpasar perjalanan kami lewat Jembatan Plaga, agak lebih jauh dari jalur biasanya dari Ubud atau Tampaksiring. Jalur yang diselingi oleh pemandangan perbukitan hijau di kanan kiri jalan.



Pura Batur disebut juga Pura Pradana.

Di Pura Besakih, Tuhan dipuja untuk menguatkan jiwa kerohanian umat untuk mencapai kebahagiaan spiritual. Sedangkan di Pura Batur, Tuhan dipuja untuk menguatkan spiritual umat dalam membangun kemakmuran ekonomi.


Tenang secara rohani dan makmur secara ekonomi merupakan dambaan universal setiap umat manusia di dunia ini. Mengapa disebut Pura Purusa dan Predana. Hal ini diceritakan dalam Lontar Usana Bali. Dalam Lontar Usana Bali itu diceritakan secara mitologis bahwa Gunung Mahameru di India sangat tinggi hampir menyentuh langit. Kalau langit sampai tersentuh maka hancurlah alam ini. Karena itu Sang Hyang Pasupati mengambil puncak Gunung Mahameru di India dengan kedua tangannya. Bongkahan Gunung Mahameru itu diterbangkan ke Bali. Bongkahan yang digenggam dengan tangan kanan beliau menjadi Gunung Agung. Sedangkan bongkahan pada tangan kiri beliau menjadi Gunung Batur. Di Gunung Agung distanakan Sang Hyang Putra Jaya (Sang Hyang Maha Dewa). Sedangkan di Gunung Batur distanakan Dewi Danuh. Dewi Danuh itu tidak lain adalah saktinya Dewa Wisnu. Dewa Wisnu adalah Tuhan sebagai dewanya air untuk kemakmuran makhluk hidup.





Lontar yang menyebutkan keberadaan Pura Batur ini antara lain Lontar Usana Bali, Lontar Kusuma Dewa, Lontar Raja Purana Batur. Menurut lontar tersebut Pura Batur adalah Pura Sad Kahyangan yang tergolong Kahyangan Jagat untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Kemakmuran. Kahyangan Jagat adalah tempat pemujaan Tuhan bagi semua umat Hindu.

Dasar membangun kemakmuran dinyatakan dalam Bhagawad Gita adalah kris, goraksya dan vanjyam yang artinya pertanian, peternakan dan perdagangan. Kemakmuran tersebut tidak mungkin terwujud tanpa ada air. Dari airlah stavira (tumbuh-tumbuhan), janggama (hewan) dan manusia mengembangkan kehidupannya.






Salah satu tujuan pendirian Sad Kahyangan itu untuk memotivasi umat manusia melestarikan Sad Kerti membangun kesejahteraan lahir batin. Danu Kerti dan Wana Kerti adalah dua dari enam unsur Sad Kerti. Air samudera menguap menjadi mendung. Mendung jatuh menjadi hujan. Air hujan yang turun tanpa ada tumbuh-tumbuhan akan bablas langsung ke laut.

Kalau ada tumbuh-tumbuhan sebagai hutan di lahan yang tinggi seperti bukit dan gunung maka air tersebut akan teresap dengan baik. Air yang diresap oleh hutan itu akan menjadi danau dan sungai yang terus mengalir tak henti-hentinya. Demikianlah hukum alam ciptaan Tuhan.

Proses alam seperti itu harus dipelihara dan dijaga dengan baik oleh umat manusia dengan arif dan bijak. Air, tumbuh-tumbuhan bahan makanan dan kata-kata bijak adalah tiga ratna permata di bumi menurut Canakya Nitisastra. Kalau air dan tumbuh-tumbuhan tanpa dikelola dengan kata-kata bijak maka semuanya itu akan membawa bencana bagi umat manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi ini.

Memuja Tuhan sebagai Dewi Danuh, saktinya Dewa Wisnu untuk memelihara tegaknya eksistensi kata-kata bijak mengelola proses alam itu. Kalau proses alam tersebut dikelola dengan nafsu keserakahan justru akan membawa bencana bagi manusia. Perpaduan Pura Ulun Danu Batur, Gunung Batur, Danau Batur dan hutan di kawasan Kintamani merupakan keindahan yang amat memukau. Upacara keagamaan Hindu dan sembahyang di Pura Ulun Danu Batur itu hendaknya diarahkan untuk mencerahkan umat agar menjaga keindahan tersebut.








Keberadaan Pura Ulun Danu Batur di kawasan Kintamani itu harusnya dijadikan pusat penguatan jiwa untuk memotivasi umat dalam memelihara lestarinya perpaduan proses alam yang indah memukau.

Kawasan tersebut sebagai kawasan resapan air di Bali. Kalau kawasan tersebut rusak maka salah satu sumber untuk ajegnya alam Bali akan terancam. Jadi, bukan orang Kintamani dan Bangli saja yang rugi, tetapi Bali secara keseluruhan. Perhatian kepada Pura Ulun Danu Batur itu tidak boleh berhenti pada proses pemujaan dan upacara semata. Pemujaan umat ke Pura Ulun Danu Batur harus ditujukan untuk mendalami dan memahami nilai-nilai universal yang berada di balik Pura Ulun Danu Batur itu. Salah satu nilai universalnya adalah adanya amanat untuk menjaga kelestarian air dan hutan di Bali. Sesuai dengan Sarasamuscaya 135, lakukan Bhuta Hita (alam sejahtra) terlebih dahulu untuk menjamin tercapainya tujuan hidup dharma, artha dan kama di dunia sekala dan moksha di dunia niskala.




Sumber :

Ketut Gobyah ( http://www.babadbali.com/pura/plan/ulun-danu-batur.htm )